Senin, 16 Maret 2009

Saat Januari
: Mama



Kaulah yang tepat,
Untuk kuhadirkan di wajah senja
Membentang permadani untuk kita mengarungi matahari
Memutar episode kerinduan
Sedang tiap garis wajahmu berkata,
Bahwa aku adalah angin yang sulit kau sentuh
Pusarannya sanggup menenggelamkanmu di negeri awan
Walau sulit,
Aku bisa berhenti tanpa menangis dan tertawa
Seperti sungai,
Dengan sendirinya keringatku terus mengalir
Membebaskan semua guratan kepedihan yang bertamu di wajahmu
Saat kusentuh tiap helai rambutmu,
Hitam menyimpan kehangatan
Ingin kudengar suaramu saat itu
Membisikkan kata tentang kebijakan
Yang senantiasa kau pegang erat
Mengikuti jejakmu meninggalkan kelopak bunga tak beruntai



Bandung, 2009

Sajak

Sebuah Jendela


Pada sebuah jendela

Aku dapat melihat bulan

Yang kian malam kian pudar

termakan muramnya mendung malam

Lalu kesunyian mulai menusuk-nusuk nadi

Gemelut ombak mengejar derap langkah kaki

Yang makin basah karena asinnya lautan

Aku tenggelam

Pada kedalaman sebuah jendela

Memperlihatkan sisi lain negeri awan,

Sedang alunan musik tengah memecah keheningan

Menembus dinding kaca sebuah jendela

Menarikku ikut masuk kedalamnya

Bertemu para raja tak berwajah

Mereka terus menghentakkan kakinya

Berputar-putar melingkariku

Sedang hatiku bergumam,

Andai aku tak tenggelam

Pada kedalaman sebuah jendela


Bandung, 2009




Penjemput malam
: Fauzan Azhima


Hujan kian mengaung pada senja
Kian menderu berkawanan bersama angin
Menggoyang goyangkan semua helai rumput yang basah
Semut berlarian masuk ke dalam sarangnya
Merpati dengan cepat memasuki lubang di atas pohon
Aku menunggu kau datang,
Menjemput malamku yang telah lunglai dimakan hujan
Menanti jemari itu datang pada jemariku
Ketika bulan memercikkan bintang
Aku tahu,
Dia telah datang menjemput malamku


Bandung, 2009